Sabtu, 20 Agustus 2016

Tujuan Pendidikan



BAB I                                                                                                            
    PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan selalu berhubungan dengan terwujudnya keserasian hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Semakin tinggi keserasian hubungan tersebut, maka semakin dekat pula terwujudnya tujuan pendidikan nasional yakni : “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka peran pendidikan sangat menentukan, terutama dalam pembentukan sikap mental yang positif sangat dibutuhkan dalam rangka proses alih generasi.
Dalam pandangan Ali Ashaf yang menguntip dalam lampiran dari Rekomendasi Umum Konferensi Pendidikan Muslim Pertama menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah : Mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, fisik ilmiah, bahasa baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan
.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S. Al-Fath : 29 ?
2.    Apa Tujuan Pendidikan Berdasarkan Q.S. An-Nisa : 9 ?

C.      Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui Tujuan Pendidikan berdasarkan Q.S. Al-Fath : 29
2.    Mengetahui Tujuan Pendidikan berdasarkan Q.S. Al-Fath : 9


BAB II                                                                                                                          PEMBAHASAN

A.      Tujuan Pendidikan Berdasarkan Surat Al-Fath Ayat 29
1.    Q.S. Al-Fath Ayat 29 dan Terjemahnya
https://alquranmulia.files.wordpress.com/2013/03/tulisan-arab-alquran-surat-al-fath-ayat-29.jpg
Terjemah: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.”

2.    Tafsir Q.S. Al-Fath Ayat 29
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwân bin al-Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan antara Makkah dan Madinah dalam konteks perjanjian damai Hudaibiyyah. Perjanjian ini kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan tampilnya negara Islam sebagai adidaya baru di Jazirah Arab.
Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yang dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân disebut Munâsabât bayn al-âyah, yaitu  ayat 28 yang Artinya :
“Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan agama yang haq untuk memenangkannya atas agama-agama yang ada seluruhnya.Cukuplah Allah sebagai saksinya.”(Q.S. Al-Fath : 28).

Dari sinilah frasa Muhammad[un] Rasûlullâh (Muhammad Rasulullah) dapat  dipahami kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah mubayyinah) terhadap Rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa hidayah dan agama yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam ayat di atas, sebagian ulama tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang menyatakannya sebagai subyek (mubtada’), dengan kata  Rasûlullâh merupakan predikat (khabar), ada juga yang menyatakan, bahwa kata Muhammad[un] adalah subyek (mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat subyek, sedangkan predikatnya adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih pendapat yang pertama,  konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat kedua yang dipilih, konotasinya: Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang bersamanya), dengan diawali huruf waw di depannya, ada yang menyatakan sebagai subyek kedua setelah subyek pertama, yaitu: Muhammad[un]; kemudian frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat ini—kedudukannya sebagai predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh. Namun, ada juga yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalah ma‘thûf ‘alayh (frasa yang dihubungkan) dengan Muhammad[un] sehingga subyek dan predikatnya hanya satu, masing-masing adalah Muhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika dipilih alternatif pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka. Jika pilihan kedua yang diambil, konotasinya: Muhammad, utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan implikasinya terhadap makna yang terdapat dalam ayat tersebut.Hanya saja, perbedaan tersebut tidak membawa implikasi yang serius terhadap makna ayat di atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi, menjelaskan bahwa dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang Kafir) dan ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat Rasulullah dan para sahabat, yang memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap orang kafir) dengan kasih-sayang (terhadap sesama Muslim).
Seandainya hanya dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang kafir), tentu akan menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang kasar. Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), kesan tersebut hilang.
Dari pembahasandiatas dapat kita ketahui makna yang terkandung dari ayat diatas sebagai berikut:
1.      Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia.
2.      Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat.
3.      Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain.

B.       Tujuan Pendidikan berdasarkan Surat An-Nisa Ayat 9
1.      Q.S. An-Nisa Ayat 9 dan Terjemahnya
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_9.png
Terjemah: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

2.      Asbabun nuzul Q.S. An-Nisa Ayat 9
Allah SWT. berfirman dalam ayat ini hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak dan ahli waris yang lemah, janganlah sampai membuat wasiat yang akan membawa mudharat da mengganggu kesejahteraan mereka yang ditinggalkan itu. Berkata Ibnu Abbas menurut Ali bin Abi Thalhah bahwa ini mengenai seorang yang sudah mendekati ajalnya yang didengar oleh orang lain bahwa ia hendak membuat wasiat yang bermudharat dan akan merugikan ahli warisnya, maka Allah memerintahkan kepada yang mendengarnya itu agar menunjukkannya kepada jalan yang benar dan agar diperintahkansupaya ia bertakwa kepada Allah mengenai ahli waris yang akan ditinggalkan.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa tatkala Rasulullah SAW datang  menjenguk Saad bin Abi Waqqash yang sedang sakit, bertanyalah Saad kepadanya: “Ya Rasulullah, saya mempunyai harta dan hanya putriku satu-satunya yang akan mewarisiku, dapatkah kusedekahkan dua pertiga kekayaanku?”
Jawab Rasulullah, “Jangan.”
Dan kalau separuh, bagaimana?tanya Saad lagi.
“Jangan.”Jawab Rasulullah.
Dan kalau sepertiganya, bagaimana ya Rasulullah?” tanya Saad lagi.
Rasulullah menjawab, “Sepertiga pun masih banyak, kemudian Beliau bersabda:
اِنَّكَ اَنْ تَذَرَوَرَثَتَكَ اَغْنِيَاءَخَيْرٌمِنْ اَنْ تَذَرَهُمْ عَا لَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
“Sesunggunya lebih baik meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta”.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Sepatutnya orang turun dari sepertiga ke seperempat (mengenai wasiat), karena Rasulullah telah bersabda bahwa sepertiga pun banyak”.
Berkata para ulama ahli Fiqh: “Jika ahli waris yang ditinggalkan oleh si mayat adalah orang-orang kaya, maka sebaiknya diwasiatkan penuh sepertiga, tetapi jika yang akan ditinggalkan itu orang-orang miskin, maka sebaiknya dikurangi dari sepertiga.

3.      Tafsir Q.S. An-Nisa Ayat 9
Taraku, artinya mereka hampir saja meninggalkan.
Min Khalfihim, artinya sesudah mereka meninggal dunia.
Khafu ‘Alaihim, artinya mereka khawatir anak-anaknya menjadi terlantartersia-sia hidupnya.
Pembicaraan dalam ayat ini masih berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu mereka yang dititipi anak-anak yatim.Juga, tentang perintah tehadap mereka agar memperlakukan anak-anak yatim dengan baik, berbicara berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik, dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku, sayangku, dan sebagainya.
Dalam ayat ini yang diingatkan adalah kepada mereka yang berada di sekeliling para pemilik harta yang sedang menderita sakit. Mereka seringkali memberi aneka nasehat kepada pemilik harta yang sakit itu, agar yang sakit itu mewasiatkan kepada orang-orang tertentu sebagian dari harta yang akan ditinggalkannya, sehingga akhirnya anak-anaknya sendiri terbengkalai. Kepada mereka itu ayat 9 diatas berpesan: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasehat kepada pemilik harta agar membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya sendiri terbengkalai, hendaklah mereka membanyangkan seandainya mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yakni setelah kematian mereka, anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak yang lemah itu. Jika keadaan serupa mereka alami, apakah mereka akan menerima nasehat-nasehat seperti yang merekaberikan itu? Tentu saja tidak! Kerena itu, hendaklah mereka takut kepeda Allah SWT., atau keadaan anak-anak mereka di masa depan. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah SWT.Dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Muhammad Sayyid Tanthawi berpendapat bahwa  ayat di atas ditujukan kepada semua pihak, siapapun, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua khawatir akan mengalami apa yang digambarkan di atas.
Kandungan Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 diatas, berpesan agar umat islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan dimasa mendatang.
Jadi, Allah SWT. memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka dikemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka.Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.





BAB III                                                                                                                              PENUTUP

A.      Simpulan
Pada Surat Al Fath ayat 29 ini mengandung perintah untuk mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia, menunjukkan bahwa seorang hamba haruslah selalu sujud dan taubat kepada Allah Swt, serta mengingatkan kepada manusia untuk selalu menyenangkan orang lain.
Surat an-Nisa’ ayat 9 ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi; merupakan tanggungjawab kedua orang tuanya, maka disinilah hukum Islam memberikan solusi dan kemurahan.yang mana untuk membantu orang-orang yang tidak menyanggupi hal-hal tersebut, agar tidak berdosa dikemudian hari, yakni apabila orang tua itu meninggalkan keturunannya, atau menelantarkannya, akibat desakan-desakan yang menimbulkan kekhawatiran mereka terhadap kesejahteraannya.
Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 diatas, berpesan agar umat islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan dimasa mendatang
Oleh karena itu, bagi orang-orang yang beriman hendaklah bertakwa kepada Allah dan selalu berlindung dari hal-hal yang dimurkai di sisi Allah.










DAFTAR PUSTAKA

Soenarjo. 2003. Al Qur’an dan Terjemahnya,Jakarta : Departemen Agama RI.
M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al – Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al – Qur’an, Jakarta : Lentera Hati.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa.Tafsir Al-Maraghi. 1993. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir. 2003. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
http://mifsasetia.blogspot.co.id/p/twitter.html (diakses pada tanggal 03 februari 2016).

Dasar-dasar Pendidikan



PANDANGAN ILMIAH DAN FILOSOFIS TENTANG     MANUSIA DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Dasar-dasar Pendidikan

Dosen : Agus Prayitno M.Pd


Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

Casi’a
Umi Mufarikha
Widyarti Kusuma Dewi

SEMESTER III
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2015



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Antropologi adalah studi tentang asal-usul, perkembangan, karakteristik jenis (spesies) manusia atau studi tentang ras manusia.
Filsafat antropologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakekat manusia sebagai keseluruhan atau manusia seutuhnya. Pengetahuan filosofis tentang manusia pada dasarnya adalah refleksi manusia tentang dirinya sendiri (selbst besing), dan manusia dapat merefleksikan atau mencerminkan tentang dirinya sendiri, hanya apabila menjadi pribadi yang mengenal dirinya, jadi filsafat antropologi tujuan utamanya adalah merefleksikan atau mencerminkan dirinya sebagai seorang pribadi.

B. Rumusan Masalah
1. Pandangan ilmiah tentang manusia dan implikasi pendidikannya.
2. Bagaimana implikasinya dalam pengembangan teori pendidikan.
3. Pandangan filosofis tentang manusia dan implikasi.

C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam menyusun makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan ilmiah dan filosofis tentang manusia dan implikasi pendidikannya.
2. Untuk melatih daya pikir penulis dalam pembuatan makalah.









BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Ilmiah Tentang Manusia dan Implikasi Pendidikannya.
1. Pandangan  Psikologi
a. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses-proses mental manusia atau      tentang kegiatan-kegiatan dan tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya, dari dalam kandungan sampai balita, dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa, serta masa tua.
b. Menurut psikologi manusia merupakan makhluk yang memiliki berbagai potensi, mampu belajar, bersifat unik, memiliki berbagai kebutuhan, dst.

2. Pandangan  Sosiologi
            a. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan dinamika sosial
            b. Menurut tinjauan sosiologi manusia merupakan makhluk sosial.
c. Pendidikan menurut sosiologi adalah proses sosialisasi dan masyarakat merupakan         ekologi pendidikan.
            d. Landasan sosiologi dibutuhkan dalam praktik pendidikan.
e.  Iplikasi dalam Praktek Pendidikan
1) Konsep-konsep sosiologi tentang manusia menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan (Landasan Sosiologis Pendidikan).
2) Masyarakat sebagai ekologi pendidikan atau sebagai lingkungan tempat berlangsungnya pen­didikan.
3) Pendidikan merupakan sosialisasi (proses menjadi anggota masyarakat yang diharapkan).








3. Pandangan  Antropologi Budaya
            a. Antropologi budaya merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan.
            b. Menurut antropologi budaya, manusia merupakan makhluk yang berbudaya.
            c. Pendidikan menurut antropologi budaya adalah proses enkulturasi.
            d. Landasan antropologis dibutuhkan dalam praktik pendidikan.
e.  Manusia adalah organisme sosiobudaya.
Budaya merupakan seperangkat cara hidup (berpikir dan berbuat) yang diperoleh melalui proses belajar, yang memberi ciri pada setiap keputusan kelompok.
f. Implikasi dalam praktek pendidikan
Konsep-konsep antropologi sosiobudaya menjadi landasan pendidikan (Landasan Antropologis Pendidikan).

4. Pandangan Ilmu Politik
a. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari tentang kekuasaan wewenang dan upaya manusia untuk mendapatkannya.
b. Menurut ilmu politik manusia adalah animal politicon
c. Pendidikan merupakan proses civilisasi (proses pengembangan manusia menjadi warga negara yang baik).

5. Pandangan Ilmu Ekonomi
a. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari upaya-upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan materinya.
b. Menurut ilmu ekonomi manusia pada dasarnya merupakan animal economicus.
c. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses human invesment.

6. Pandangan Filsafat Antropologi
a. Filsafat antropologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakekat manusia sebagai keseluruhan, atau manusia seutuhnya. Pengetahuan filosofis tentang manusia pada dasarnya adalah refleksi manusia tentang dirinya sendiri (Selbstbesing).


B. Implikasi Terhadap Teori Pendidikan
1) Mendorong lahir dan berkembangnya sosiologi pendidikan, yang dipelopori oleh Henry Suzzalo.
2) Mendorong lahir dan berkembangnya ilmu pen­didikan kependudukan.
3) Mendorong lahir berkembang aliran sosiologisme pendidikanatau sosiological ten­dency in education, yang lebih menekankan konsep pendidikan pada proses sosialisasi dari pada individualisasi.

C. Pandangan Filosofis Tentang manusia dan Implikasinya
a. Obyek
1) Masalah hubungan manusia dengan alam.
2) Masalah hubungan manusia dengan manusia.
3) Masalah hubungan manusia dengan Tuhan.
b. Implikasi dalam Praktek Pendidikan
1) Konsep-konsep manusia seutuhnya sebagai dasar tujuan pendidikan.
2) Pendidikan merupakan humanisasi (proses mewujudkan kemanusiaan, atau proses menuju tercapainya manusia seutuhnya).
3) Tujuan utama dalam hidup mencapai perwujudan diri sendiri secara kooperatif.
c. Implikasi dalam Pengembangan Teori Pendidikan
1) Timbul kebutuhan studi filsafat antropologi anak yang tertuju membahas khuluk atau ha-kikat anak (anak dilahirkan membawa dosa asal dari adam dan hawa di surga; anak di lahirkan sebagai tabula rasa atau tanpa pembawaan, anak dilahirkan baik; anak dilahirkan tidak berdaya tapi penuh potensi, dan sebagainya).
2) Mendorong lahir dan berkembangnya pedagogik atau ilmu mendidik yang memadukan aspek faktual dengan aspek normatif yang dipelopori oleh Herbart (perpaduan antara aspek filosofis yang menentukan tujuan-tujuan pendidikan dengan aspek psikologis yang menentukan cara-cara atau metode-metode pendidikan).



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Antropologi adalah studi tentang asal usul, perkembangan, karakteristik jenis (spesies) manusia atau studi tentang ras manusia. Antropologi social budaya mempergunakan teknik-teknik riset histories, observasi, wawancara dalam studio orang yang hidup sekarang. Budaya = seperangkat cara hidup (berpikir dan berbuat) yang diperoleh melalui proses belajar, yang memberi ciri pada setiap keputusan kelompok.
Psikologi adalah studi tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya, dari dalam kandungan sampai balita, dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa, serta masa tua.